Teori Komunikasi


TEORI KOMUNIKASI
  1. A. Komunikasi Sebagai Ilmu Pengetahuan
Manusia sebagai makhluk yang diberikan kemampuan untuk berpikir, berkehendak dan merasa, menjadikan manusia sebagai makhluk tertinggi dari makhluk lainnya yang diciptakan Tuhan Yang Maha Esa. Dengan kemampuan berfikirnya manusia mendapatkan ilmu pengetahuan, dengan kehendaknya manusia mengarahkan perilakunya dan dengan perasaanya manusia dapat mencapai kesenangannya. Demikianlah, sepanjang hidup manusia dirangsang alam sekitarnya untuk tahu. Yang terutama terkena rangsang adalah indranya : penglihatan, penciuman, perabaan, pendengaran, serta pengecapan. Hasil persentuhan alam dengan panca indera disebut pengalaman (Vardiansyah, 2008). Pengalaman ketika tersentuh rangsang, manusia bereaksi, reaksi ini dicetuskan dengan sebuah pernyataan, contoh : bahwa kopi itu pahit. Akan tetapi, pengalaman semata tidak  membuat seseorang menjadi tahu. Pengalaman hanya memungkinkan seseorang menjadi tahu, hasil dari tahu disebut pengetahuan (Vardiansyah, 2008).
Dalam memahami ilmu & teori komunikasi, hal pertama yang harus dipahami bersama adalah apakah komunikasi merupakan suatu ilmu pengetahuan ? sejak dulu, para pakar komunikasi menganggapnya demikian, akan tetapi apakah anggapan tersebut benar? Pertanyaan ini akan terjawab dengan terlebih dahulu berusaha untuk merumuskan dan memahami bersama apa yang dimaksud dengan ilmu pengetahuan.
Ilmu merupakan realitas logic, yang berarti dapat diterima oleh akal manusia. Hal ini diartikan bahwa ilmu pada dasarnya adalah pengetahuan tentang sesuatu hal atau fenomena, baik yang menyangkut alam atau sosial (kehidupan masyarakat), yang diperoleh manusia melalui proses berfikir. Ciri dari suatu ilmu adalah memiliki metode. Metode berarti penyelidikan yang berlangsung menurut suatu rencana tertentu. Jadi dapat dikatakan ilmu merupakan penyepadanan prosedur-prosedur yang dapat membimbing penelitian menurut arah tertentu (Wiryanto, 2005). Sedangkan pengetahuan adalah kesan di dalam fikiran manusia sebagai hasil penggunaan pancainderanya, yang berbeda sekali dengan kepercayaan (beliefs), takhyul (superstitions) dan penerangan-penerangan yang keliru (misinformations) (Soekanto, 1997).
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa tidak semua pengetahuan merupakan suatu ilmu, hanya pengetahuan yang tersusun secara sistematis yang didasarkan pada hasil sebuah pemikiran dan dapat terukur kebenarannya  dengan demikian ilmu mengindikasikan tiga ciri (Vardiansyah, 2008) :
1. Ilmu harus memiliki objek kajian yang terdiri dari satu golongan
Masalah yang sama sifat hakikatnya, yang disebut dengan
Objektif.
2. Ilmu harus metodis, yang berarti dalam upaya mencapai
kebenaran selalu terdapat penyimpangan, karena itu harus ada
cara tertentu untuk menjamin kepastian kebenaran.
3. Ilmu harus terorganisasikan secara sistematis, artinya ilmu harus
terurai dan terumuskan dalam hubungan yang teratur dan logis.
4. Ilmu harus berlaku umum, artinya kebenaran yang hendak
Dicapai bukan yang tertentu melainkan yang bersifat umum.
Banyak pakar komunikasi yang telah mendefinisikan komunikasi. Secara etimologis komunikasi berasal dari kata Latin communicatio yang diturunkan dari kata communis yang berarti membuat kebersamaan atau membangun kebersamaan antara dua orang atau lebih. Akar dari kata communis adalah communico yang artinya berbagi. Berbagi disini dimaknakan sebagai pertukaran pesan dengan tujuan mencapai pemahaman bersama. Ilmu komunikasi sebagai objek ilmu dapat dibedakan menjadi 2 yaitu objek materia, yaitu objek ilmu yang diamati  dalam bidang yang sama dan itu merupakan tindakan manusia dalam konteks sosial (peristiwa yang terjadi antarmanusia), sedangkan objek forma, berarti sudut pandang dari objek materia yang dikaji secara lebih spesifik dan hal ini merupakan komunikasi itu sendiri, yakni usaha penyampaian pesan antarmanusia.
Menurut Hovland, 1953, komunikasi adalah suatu proses melalui mana seseorang (komunikator) menyampaikan stimulus (biasanya dalam bentuk kata-kata) dengan tujuan mengubah atau membentuk perilaku orang lainnya (khalayak).
Berelson & stainer, 1964 mengatakan bahwa komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi, gagasan, emosi, keahlian, dll. Melalui penggunaan simbol-simbol seperti kata-kata, gambar-gambar, angka-angka, dll.
Sedangkan Barnlund, 1964 berpendapat bahwa komunikasi timbul di dorong oleh kebutuhan-kebutuhan untuk mengurangi ketidakpastian, bertindak secara efektif, mempertahankan atau memperkuat ego.
D. Lawrence Kincaid, 1981 menyatakan bahwa komunikasi adalah suatu proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama lainnya, yang pada gilirannya akan tiba pada saling pengertian yang mendalam.
Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa komunikasi merupakan sebuah proses pertukaran pesan antara komunikator dengan komunikan dengan menggunakan simbol/lambang sehingga menimbulkan umpan balik dan efek, dengan tujuan untuk mendapatkan saling pengertian dan pemahaman yang mendalam. Keberhasilan komunikasi ini akan terjadi apabila antara komunikator dengan komunikan memiliki tingkat pengalaman (Frame of reference) dan tingkat pengetahuan (Field of experience) yang sama.
Ilmu Komunikasi adalah salah satu ilmu pengetahuan sosial yang bersifat multidisipliner. Itu terjadi karena ilmu komunikasi berkembang melalui beberapa pendekatan. Pendekatan-pendekatan yang dipergunakan berasal dari berbagai disiplin ilmu lain seperti psikologi, politik, linguistik, antropologi, ekonomi, budaya dan lain sebagainya. Ini berarti Komunikasi sebagai suatu disiplin ilmu dapat dikatakan bersifat ekletif, yaitu menggabungkan beberapa disiplin. Sifat ekletif ini dilukiskan oleh Schramm sebagai ”jalan simpang yang paling ramai dengan segala disiplin yang melintasinya” (Arifin, 2008).
Litllejohn dalam buku theories of human communication (2008) menyatakan bahwa ada 3 pendekatan cara pandang ilmu yaitu :
  1. Pendekatan scientific (Ilmiah-empiris)
=> Pendekatan ini cenderung digunakan oleh ahli ilmu eksakta, seperti biologi, fisika, kedokteran, dsb. Pendekatan ini menekankan pada prinsip standardisasi, observasi dan konsistensi. Tujuannya adalah mengurangi perbedaan-perbedaan pandangan tentang hasil pengamatan. Selain itu, pendekatan ini memandang ilmu pengetahuan sebagai sesuatu yang berada di luar diri pengamat, memfokuskan perhatian pada dunia hasil temuan (discovered world), serta berupaya memperoleh konsesus dan membuat pemisahan yang tegas antara known yaitu obyek atau hal yang ingin diketahui/diteliti dan knower yaitu subyek pelaku atau pengamat.
  1. Pendekatan Humanisticn
=> Pendekatan ini cenderung mengutamakan kreativitas individual bertujuan memahami tanggapan dan hasil temuan subyektif  individual. Pendekatan ini juga memandang ilmu pengetahuan sebagai sesuatu yang berada di dalam diri pengamat atau peneliti serta menitikberatkan perhatian pada dunia para penemunya, mengutakan interpretasi alternatif dan cenderung tidak memisahkan antara known dan knower
  1. Pendekatan pengetahuan sosial
=> Pendekatan ini pada dasarnya  merupakan gabungan atau kombinasi dari pendekatan-pendekatan aliran scientific dan humanistic. Pendekatan social sciences ini merupakan perpanjangan (extension) dari pendekatan ilmu alam (natural sciences) karena metode yang diterapkan banyak mengambil ilmu alam/fisika juga dengan tetap menerapkan metode pendekatan humanistic. Selain faktor obyektivitas, ilmu sosial juga menekankan pada faktor penjelasan dan interpretasi sebab dalam ilmu sosial manusia menjadi obyek pengamatnnya, dan manusia itu adalah makhluk yang aktif, memiliki daya pikir, berpengetahuan, memegang prinsip dan nilai-nilai tertentu serta sikap dan perilakunya dapat berubah sewaktu-waktu. Maka, interpretasi subyektif diperlukan agar dapat menangkap makna tingkah laku tersebut.
Pada perkembangan selanjutnya, ilmu pengetahuan sosial secara umum dapat terbagi atas 2 kelompok yaitu :
  1. ilmu pengetahuan tingkah laku (behavioral Science), yang lebih menekankan pada tingkah laku individu manusia.
  2. ilmu pengetahuan sosial (social science), yang lebih menekankan pada interaksi yang terjadi antar manusia.
Dengan adanya 2 pendekatan (scientific dan humanistic) yang diterapkan, maka muncul dua kelompok ilmuwan komunikasi yang berbeda baik dalam spesifikasi obyek permasalahan yang diamati. Maupun dalam hal aspek metologis serta teori-teori dan model-model yang dihasilkannya.
Kalangan komunikasi yang mendalami bidang studi ”speech communication” (komunikasi lisan/ujaran) banyak menerapkan metode aliran pendekatan humanistic. Teori-teori yang dihasilkannya, umumnya disebut sebagai TEORI RETORIKA sedangkan ahli ilmu komunikasi yang meneliti bidang lainnya seperti komunikasi kelompok, komunikasi organisasi, komunikasi massa dll, umumnya menerapkan metode pendekatan scientific, maka teori-teori yang dihasilkan disebut TEORI KOMUNIKASI (communication theory). Tetapi pada prakteknya ilmuwan yang mendalami bidang kajian komunikasi lisan/ujaranpun sering menerapkan pendekatan scientific, sementara pendekatan humanistic sering diterapkan dalam penelitian tentang masalah komunikasi kelompok, komunikasi massa, dll. dapat dilihat bahwa dalam penerapannya, terdapat pergeseran paradigma dari obyektivis ke arah subyektivis.
Berbagai perbedaan pandangan mengenai komunikasi disebabkan para ahli komunikasi memiliki ketertarikan yang berbeda-beda terhadap berbagai bidang atau aspek yang tercakup dalam ilmu komunikasi. Para ahli komunikasi juga memiliki pandangan yang tidak sama mengenai hal apa yang menjadi fokus perhatian atau aspek apa dalam komunikasi yang menurut mereka paling penting dalam ilmu komunikasi.
Tidak adanya teori tunggal dalam ilmu komunikasi mendorong kita untuk memiliki suatu metamodel teori komunikasi yang bersifat menyeluruh (komprehensif) yang dapat membantu kita menjelaskan berbagai topik dan asumsi dan membantu kita dalam melakukan pendekatan terhadap berbagai teori yang ada. Metamodel teori komunikasi menyediakan suatu sistem yang kuat bagi kita untuk mengorganisir berbagai teori komunikasi.
Berdasarkan pandangan Robert T. Craig dalam menjelaskan berbagai teori komunikasi yang jumlahnya banyak itu. Robert Craig membagi dunia teori komunikasi ke dalam tujuh kelompok pemikiran atau tujuh tradisi pemikiran yaitu:
1. Sosiopsikologi (sociopsychological)
2. Sibernetika (cybernetic)
3. Retorika (rhetorical)
4. Semiotika (semiotic)
5. Sosiokultural (sociocultural)
6. Kritis (critical)
7. Fenomenologi (phenomenology)

Label